Jack Skellington Background

Hello!!

selamat datang di blog sayaa......

Rabu, 30 November 2011

GENDER : HIDUP ADALAH PILIHAN

Konstruksi sosial budaya akan membagi wilayah menjadi 2 yaitu wilayah publik, yaitu wilayah yang didominasi oleh laki-laki dan wilayah domestic yang didominasi oleh perempuan. Melalui proses perkembangan banyak perempuan yang masuk ke wilayah public. Namun sementara banyak pula perempuan yang masih berada didalam wilayah domestik. Didalam sos gender, bagaimana fenomena ini dipahami?jelaskan dengan menunjuk kasus!kata kunci “HIDUP ADALAH PILIHAN”……..

JAWAB:
Konsep gender ialah suatu sifat laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan oleh masyarakat baik secara kultural maupun sistemik. Perbedaan gender melahirkan ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi perempuan. Dalam pembagian kedudukan tersebut perempuan selalu saja ditempatkan pada posisi yang tidak terlepas dari urusan domestik, sementara laki-laki selalu menduduki posisi yang berurusan dengan publik.
Dengan pokok bahasan diatas, saya akan mencoba menunjuk kasus KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TANPA MELUPAKAN KEHIDUPAN DOMESTIK.
Bila seorang perempuan menjadi pemimpin, timbul pertanyaan pola pimpinan manakah yang akan ia gunakan? Pola hierarkis yang otoriter atau pola egaliter yang partisipatif.
Sejumlah perempuan yang dengan susah payah naik pangkat sampai dipercayakan menjadi pemimpin yakin bahwa mereka harus membuktikan bahwa mereka pun dapat menentukan kebijaksanaan organisasi/perusahan dengan penuh wibawa dan hikmat. Mereka merasa bahwa hanya sikap otoriter yang akan diterima oleh pekerja yang sudah biasa dengan cara memimpin yang bersandar pada hierarki. Menggunakan pola tersebut berarti bahwa pemimpin diterima dan dibatasi ketegangan. Perempuan yang memimpin secara otoriter harus menjaga dirinya agar jangan sampai memperlihatkan kelemahan atau keraguraguan. Ia harus tahan kritik dan pandai menyampaikan perintah serta mengontrol pelaksanaannya agar ia tetap dihormati. Sebagai akibat sikap itu ia tidak mempunyai teman untuk membicarakan persoalan yang timbul dan mengutarakan perasaannya.
Sering gaya otoriter dipengaruhi oleh pola yang terdapat dalam keluarga tempat ibu mengatur semua anggota keluarga sedemikian rupa sehingga mereka tergantung padanya dan tidak dapat bertindak atas tanggung jawab sendiri. Di situ para pekerja diperlakukan seakan-akan mereka anak-anak yang perlu dilindungi dari kesulitan besar, diberikan perhatian, dipuji karena tugas yang dikerjakannya. Pemimpin otoriter sering memandang perempuan muda yang berbakat sebagai saingan pribadi dan tidak suka memberikan kesempatan berkembang pada mereka, ia merasa lebih aman bekerja dengan laki-laki
Hanya seorang pemimpin yang menerima kuasa sebagai kemampuan dapat memanfaatkannya dan memimpin secara partisipatif. Ia memberikan segala informasi yang menunjang pekerja dalam tugasnya masing-masing untuk bekerja sebaik mungkin dan untuk melihat tugasnya dalam keseluruhan tugas organisasi/perusahaan. Ia mengenal kekuatan dan kelemahan setiap pekerja (dalam perusahan besar, hal ini berlaku untuk semua kepala bagian, dan merekalah yang mengenal anggota bagiannya) dan berusaha agar orang itu mendapat tugas yang sesuai dengan bakat dan keterampilannya. Ia menghormati setiap pekerja dalam fungsinya dan rela mendengar pendapat tentang perubahan yang dapat memperbaiki cara kerja, sekalipun usulannya tidak sesuai kebiasaan organisasi/perusahaan.
Untuk lebih memahami perempuan, kita dapat mempelajari perubahan sejarah aliran feminism tentang pembentukan pengetahuan perempuan seperti femininisme liberal. Dijelaskan bawa akar teori feminism liberal bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan dipandang sebagai manusia rasional dan memiliki kemampuan yang sama dengan lakil-laki. Berdasarkan pemikiran inilah, maka kepemimpinan perempuan dalam masa kini bukan lagi menjadi hal yang harus diperdebatkan. Sebagian dari usaha ini dapat dilihat melalui program perempuan dalam pembangunan (Women in Development) yaitu dengan menyediakan “program intervensi guna meningkatkan taraf hidup keluarga seperti pendidikan, keterampilan, serta kebijakan yang dapat meningkatkan kemampuan perempuan sehingga mampu berpatisipasi dalam pembangunan”.
Pada era modern ini, sudah banyak perempuan yang menjadi pemimpin seperti: presiden, anggota DPR, bupati, bahkan dalam organisasi yang ada di sekolah. Hal ini berarti telah menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki eksistensi untuk menjadi pemimpin di semua bidang. Namun sayangnya  dinegara kita Indonesia pola yang sangat kuat pengaruhnya adalah pola budaya patriarki. Dimana lelaki  mempunyai  wewenang penuh dalam sebuah kepemimpinan yang dipimpin oleh perempuan.
Saat di ranah public perempuan bisa bebas memerintah, tetapi saat dia kembali lagi kerumah tentu saja dia kembali lagi ke ranah domestiknya.  Seperti mengepel, memasak, mencuci, dan lain lain. Karena itu sudah merupakan kodrat, dalam sebuah rumahtangga tentunya istrilah yang harus mampu menyiapkan segala kebutuhan yang dibutuhkan oleh keluarganya. Perempuan harus patuh terhadap perintah suami, harus mampu mengurus anak2nya dengan baik. Apabila perempuan tersebut tidak mampu mengatasi semua persoalan baik diranah public atau domestic, berarti dia gagal sebagai seorang ibu rumahtangga. Untuk itu perempuan harus rela meninggalkan pekerjaan yang dimiliki demi keluarganya, karena HIDUP ADALAH PILIHAN.
Jika HIDUP ADALAH PILIHAN, tentu perempuan harus mampu bertahan dalam kerasnya hidup. Dalam ranah public perempuan dapat bebas bersaing, tapi jika perempuan gagal berarti itu adalah resiko yang harus diterima perempuan sebagai pilihan hidup yang tak mungkin dihindari dari kehidupan nyata. Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional, emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Di jawa dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak usah tinggi2 sekolah karena nanti ujung2nya akan di dapur juga, bahkan muncul sebutan 3M (macak,manak,masak).
Semua pekerjaan domestic rumahtangga menjadi tanggungjawab perempuan. Ini merupakn beban yang sangat berat karena harus ditanggung oleh perempuan iu sendiri. Terlebih jika perempuan itu bekerja, berarti sang perempuan tersebut memiliki beban kerja ganda. Tetapi tetep laki-laki yang memegang kekuasaan sebagai kepala rumahtangga. Latar budaya patriarki dan ideologi gender berpengaruh pula terhadap produk perundang-undangan. Misalnya pasal 31 ayat (3) UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa : “Suami adalah kepala keluarga & istri ibu rumah tangga.” Hal ini menimbulkan pandangan dalam masyarakat seolah-olah kekuasaan laki-laki sebagai suami sangat besar sehingga dapat memaksakan semua kehendaknya termasuk melakukan kekerasan. Ada kecenderungan dari masyarakat yang selalu menyalahkan korbannya, hal ini karena dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin harmonis.

 Ketidakseimbangan posisi suami – istri atau ketidak setaraan gender, misalnya dalam pembagian masalah pekerjaan rumah, mengurus anak dan sebagainya termasuk poligami dapat menjadi pemicu terjadinya konflik yang berujung pada kasus KDRT. Inilah pekerjaan domestic yang selalu didapatkan oleh pihak perempuan, dimana perempuan memiliki peran ganda dalam kehidupan rumahtangga. Millet menekankan bahwa meskipun ada usaha terus menerus untuk mengkondisikan dan mengkoersi semua perempuan, banyak perempuan terbukti tidak dapat dikondisikan. Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki yang berkembang dalam masyarakat, menomor duakan perempuan. Pada zaman sekarang ini banyak istri yang ingin melawan tindakan sang suami yang tidak mengenakan, sehingga timbulah kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri akibat tidak mau menuruti keinginannya
Hal ini termasuk tindakan intimidasi yang selalu dilakukan dalam budaya patriarki. Seorang perempuan yang ingin selamat di dalam budaya petriarki adalah  harus selalu bersikap feminine, jika tidak ia mungkin akan tersubjektivikasi terhadap kasus kekejaman dan barbarian. Kesetaraan gender belum muncul secara optimal di masyarakat, ditambah lagi dengan budaya patriarki yang terus langgeng membuat perempuan berada di dalam kelompok yang tersubordinasi. Untuk itu perempuan harus pandai memilih posisi apa yang tepat bagi dirinya, ingin menjadi pemimpin publik sekaligus berhasil dalam kehidupan domestic?ataukah  menjadi pemimpin public tapi gagal dalam urusan domestic?atau bahkan tidak menjadi pemimpin public, tapi sangat berhasil dalam kehidupan domestiknya?. Semua itu adalah pilihan, . Seharusnya diterapkan system androgini, dimana laki-laki dan perempuan sama-sama berharga.

1 komentar:

eliclalahi mengatakan...

artikel di atas cukup menarik karena berisi tentang kedudukan serta peranan wanita dalam organisasi dimana wanita ditempatkan sebagai seseorang yang rajin dan ulet dalam melakukan sesuatu

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar