Dalam sebuah masyarakat terdapat suatu skema penempatan nilai-nilai sosial budaya dan organ-organ masyarakat pada posisi yang dianggap sesuai agar organisme masyarakat sebagai suatu keseluruhan dapat berfungsi dan kepentingan setiap bagian dapat berjalan dalam jangka waktu yang relatif lama. Dari skema inilah, dapat diketahui bahwa masyarakat sebagai organisme sosial tertinggi mempunyai fungsi yang paling umum.
Fungsi umum itu hanya dapat dilaksanakan dengan baik jika komponen-komponen dan suborgan yang ada di dalamnya bekerja dengan baik pula. Nilai-nilai sosial budaya dalam struktur sosial terdiri atas ajaran agama, ideologi, dan kaidah-kaidah moral serta peraturan sopan santun yang dimiliki suatu masyarakat. Setiap satuan nilai memiliki tempat dan peranan tersendiri.
Demikian juga kelompok-kelompok atau komponen-komponen sosial yang beragam, juga mengemban tugas yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Setiap komponen dari struktur sosial tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi secara bersama-sama saling mengisi dan melengkapi. Semua kegiatan itu pada akhimya disatukan oleh organisasi besar yang disebut masyarakat.
Istilah abangan oleh Clifford Geertz diterapkan pada kebudayaan orang desa, yaitu para petani yang kurang terpengaruh oleh pihak luar dibandingkan dengan golongan-golongan lain di antara penduduk. Adapun istilah santri diterapkan pada kebudayaan muslimin yang memegang peraturan dengan keras dan biasanya tinggal bersama di kota dalam perkampungan dekat sebuah masjid yang terdiri dari para pedagang di daerah-daerah yang lebih bersifat kota. Istilah priyayi diterapkannya pada kebudayaan kelas-kelas tertinggi yang pada umumnya merupakan golongan bangsawan berpangkat tinggi atau rendah.
Di tempat tinggal saya, desa trayeman, kecamatan slawi, kabupaten tegal memiliki berbagai macam struktur masyarakat. Masih terdapat kelompok, abangan, santri, dan abangan. Kalangan abangan benar2 tidak acuh terhadap doktrin, terpesona, oleh detail keupacaraan. Dimana mereka masih sangat mempercayai hah2 yang terkadang diluar nalar atau sedikit tidak rasional. Seorang abangan mengetahui kapan harus menyelenggarakan slametan dan mengetahui apa yang harus menjadi hidangan pokoknya.
Misalnya adalah mengadakan slametan di bulan puasa saat menjelang puasa dan menjelang lebaran. Kemudian mengadakan berbagai macam ritual khusus lainnya seperti 7bulanan, menyalakan ceplik di malam hari didekat kulit ari bayi yang baru lahir yang diletakkan di sebuah gentong kecil, membagikan bubur slametan saat bayi baru saja lahir, mengadakan ritual pernikahan dimana didalamnya terdapat serangkaian upacara slametan yang sudah menjadi tradisi turun temurun, kegiatan gotong royong (bersih desa) yang nantinya setiap rumah tangga menyumbang berbagai macam seuatu untuk mendukung kegiatan tersebut.. Jadi, di desa saya masih terdapat kelompok abangan yang sampai saat ini tetap terus mengadakan berbagai macam slametan yang sudah menjadi tradisi masyarakat sekitar.
Sementara dikalangan santri perhatian terhadap doktrin hampir seluruhnya mengalahkan aspek ritual islam yang telah menipis. Untuk kalangan santri peribadatan pokok adalah penting, khususnya sembahyang yang pelaksanannya secara sadar dianggap baik oleh kalangan santri. Di desa saya masih terdapat kelompok santri dimana mereka masih mengadakan kegiatan sembahyang dimana mereka tetap rajin bersembahyang di mushola dan mengaji, kemudian menyuarakan puji2an untuk memuji kebesaran Tuhan. Terdapat juga berbagai macam kegiatan keagamaan lainnya seperti kelompok2 pengajian yang nantinya kegiatan pengajiannya diadakan setiap seminggu sekali dan di hari2 tertentu lainnya. Yang menjadi perhatian kalangan santri adalah doktrin islam, terutama penafsiran moral dan sosialnya.
Di desa saya terdapat dua kelompok santri, yaitu golongan muhamaddiyah dan NU, serta diikuti kelompok abangan yang menganut agama islam dengan tidak mengikut kedua golongan tersebut. Antara Islam muhamadiyah dan NU tentu ada yang berbeda dalam kegiatan keagamaanya. Walaupun tujuan mereka sama, yaitu berdoa dan bersyukur terhadap Tuhan YME. Di desa saya, sosok santri masih sangat terlihat bahwa seorang santri tersebut dihormati dan disegani oleh masyarakat desa lainnya. Mereka dianggap memiliki kemampuan agama yang lebih dimana dapat dijadikan sebagi panutan yang baik untuk menjadi contoh tokoh masyarakat yang dapat diandalkan , memiliki kemampuan lebih dalam hal agama dan mampu bersikap bijaksana dalam mengatasi sebuah masalah ataupun dalam mengambil sebuah keputusan.
Perbedaan keduanya, antara abangan dan santri terletak pada maslah organisasi sosial mereka. Untuk kalangan abangan unit sosial yang paling dasar dimana hampir tempat semua upacara berlangsung adalah rumah tangga. Rumah tangga inilah yang nantinya mengadakan slametan, dan para kepala rumahtangga jugalah yang dating untuk mengikuti slametan yang kemudian pulang dengan membawa sebagian makanan yang telah disediakan oleh penyelenggara slametan. Untuk kalangan santri, rasa perkauman terhadap umat adalah yang paling utama.
Di tempat tinggal saya juga masih terdapat adanya masyarakat priyayi dan indis. Namun, kedua masyarakat ini tidak terlalu terlihat mencolok sebagai kaum indis dan priyayi. Hal ini disebabkan karena kaum priyayi di desa saya sudah tidak terlihat menyelenggarakan kegiatan yang menunjukan bahwa mereka priyayi. Bagi mereka yang menyandang gelar Raden, juga malah tidak ingin terlihat bahwa mereka itu memiliki gelar atau nama tersebut dari keturunannya. Berbeda dengan jaman dahulu yang kemudian mereka bangga memperlihatkan atau menyebut nama Raden tersebut. Jadi di desa saya, raden (kaum priyayi) sudah melebur dengan kaum biasa lainnya yang tidak memiliki nama sandang tersebut. Namun, bagi sebagian masyarakat yang mengetahui gelar yang melekat pada diri individu tersebut tetap menghormati kaum priyayi itu sendiri. Di desa saya hanya terdapat beberapa kaum priyayi.
Kaum indis sendiri ada, dimana bagi mereka yang memiliki harta kekeyaan yang lebih dari masyarakat pada umumnya. Kehidupan mewah dan boros akibat keberhasilan bidang ekonomi diantaranya karena adanya pengaruh dari golongan masyarakat indis (belanda) yang dulunya menjajah daerah tempat tinggal kita. Di tempat tinggal saya juga masih terdapat bangunan2 peninggalan belanda. Salah satu faktor yang menjadi petunjuk utama status seseorang ialah gaya hidupnya, yaitu berupa berbagai tatacara, adat istiadat, serta kebiasaan berkelakuan, dan mental sebagai cirri golongan sosial indis. Rumah masyarakat yang bisa dibilang mewah di daerah saya dapat saya golongkan kedalam gol indis karena cara hidup mereka juga berbeda dengan masyarakat lainnya. Cara hidup mereka cenderung mewah dan kemegahan tempat tinggal mereka yang lebih diperkaya lagi dengan perabotan rumah yang penuh hiasan dan aksen modern budaya barat.
intinya, di tempat tinggal saya masih terdapat keempat golongan tersebut ( abangan, santri, priyayi. Indis). Namun, dapat terlihat bahwa golongan yang masih sangat terlihat jelas ditempat tinggal saya adalah masyarakat abangan dan santri. Karena keduanya memang saling berhubungan satu sama lain. Hubungan keduanya juga terlihat sangat erat dan tidak dapat lepas dari berbagai macam ritual keagamaan dan kemayarakatan yang mereka lakukan. Masyarakat indis dan priyayi hanya sebagian kecil saja (mikro).
0 komentar:
Posting Komentar